Minggu, 15 Mei 2016



Kejanggalan pengendara sepeda motor dalam menaati rambu-rambu lalu lintas
Analisis ini disusun untuk memenuhi tugas ujian akhir semester (UAS) Sosiologi Hukum
Dosen pengampu: Miftahus Solehuddin, M.HI








Disusun oleh :
Rofikil Amin(14210070)
                                                                       Kelas : B                                                        



FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN AL-AHWAL AS-SYAKHSIYYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2016


A.    Latar belakang permasalahan
Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan yaitu dengan hukuman tertentu. Pendekatan dalam fenomena hukum terdiri dari tiga macam pendekatan yang dapat kita gunakan terhadap fenomena hukum di dalam masyarakat, pendekatan yang dimaksud dalam hal ini apa yang dikemukakan oleh Gerald Turkel yaitu : pendekatan moral, pendekatan ilmu hukum dan pendekatan sosiologis.[1]
Masalah yang juga harus diperhatikan dikota-kota besar ialah masalah lalu lintas. Kita ketahui Belakangan ini sering terjadi kecelakaan dijalan raya. Dari data survey yang diteliti kebanyakan kecelakaan dialami oleh pengendara sepeda motor. Kita ketahui bersama bahwa sepeda motor sangatlah membanjiri jalanan selain juga gak ribet dan harganya lebih murah dari pada mobil. Hal itulah yang terjawab  kenapa sepeda motor adalah kendaraan favorite yang digunakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia.
Beberapa sebab terjadi kecelakaan dijalan raya yaitu: pengemudi ngantuk, pengemudi ugal-ugalan, melanggar rambu-rambu lalu lintas, macet, terburu-buru, dll. Dari sebab yang  telah disebutkan diatas ada alasan mengenai tentang melanggar rambu-rambu lalu lintas. Kita ketahui dijalan raya terutama di wilayah perkotaan banyak pengendara kendaraan yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang terpampang di jalan. Seakan-akan rambu-rambu lalu lintas hanyalah suatu hiasan yang berdiri kokoh di sepanjang jalan raya contohnya yang terjadi di kota malang tepatnya di jl.Ahmad Yani. Disitu tertera bahwa sepeda motor dilarang melawati fly over yang hanya di khususkan bagi kendaraan roda empat saja. namun, fakta yang terjadi sampai sekarang banyak pengendara sepeda motor yang masih berlalu-lalang di fly over tersebut.
Disini, penulis akan menulis tentang sebuah artikel yang akan membahas tentang kejanggalan pengendara sepeda motor dalam menaati rambu-rambu lalu lintas yang terpampang di jl.Ahmad Yani kota Malang.
B.     Metode Penelitan / Pengumpulan Data.
Adapun metode yang dipakai oleh penulis dalam penelitian kali ini ialah metode kualitatif yaitu dengan observasi dan wawancara. Observasi merupakan suatu proses melihat, mengamati dan mencermati serta merekam perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu, dimana terlihat adanya perilaku dan tujuan yang dilakukan oleh si pelaku dalam melakukan suatu tindakan.[2] Observasi ini digunakan untuk melihat fakta hukum dan fakta sosial praktek terjadinya pelanggaran rambu lalu lintas dan hal tersebut menjadi kebiasaan setempat yang salah. Dan yang dimaksud dalam wawancara ialah sebuah interaksi yang didalamnya terdapat pertukaran atau berbagai aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif, dan informasi.[3] Wawancara ini dilakukan kepada masyarakat yang melakukan perbuatan tersebut dan juga pandangan masyarakat umum terhadap perbuatan (melanggar) tersebut.
C.    Fakta sosial pemberlakuan hukum
Rambu lalu lintas adalah salah satu instrument penting untuk jalan, yang berguna untuk menciptakan kelancaran dan keselamatan lalu lintas. Rambu batas kecepatan merupakan rambu larangan untuk membatasi kecepatan maksimum berkendaraan di jalan raya. Sudah menjadi hak dan tanggung jawab polisi untuk menegakkan dan menjalankan peraturan tersebut sesuai dengan aturannya yang tertera pada Undang-undang RI No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan. Sedangkan Marka jalan adalah suatu tanda yang berada dipermukaan jalan atau diatas jalan yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas yang membatasi daerah kepentingan lalu lintas.[4] Namun, Pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara sepeda motor yang terjadi di jl. Ahmad Yani kota malang sangat tergambar jelas bahwa sudah ada rambu larangan pengendara sepeda motor untuk melewati fly over yang terpampang di tengan jalan raya tersebut. Berdasarkan  uu no.22 tahun 2009 pasal 106 ayat 4 yang berbunyi:
 Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan:
a.       Rambu perintah atau rambu larangan;
b.      Marka jalan;
c.       Alat pemberi isyarat lalu lintas;
d.      gerakan lalu lintas;
e.       berhenti dan parkir;
f.       peringatan dengan bunyi dan sinar;
g.      kecepatan maksimal atau minimal; dan / atau
h.      tatacara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.[5]
Berdasarkan uu diatas yang tertera pada point “a” tidak sesuai dengan harapan seperti yang terjadi pada gambar di bawah ini:



                                   

(foto di jl.Ahmad Yani kota Malang)
Jika dilihat pada gambar diatas, seseorang tetap saja menerobos jalan dan melanggar rambu lalu lintas yang terpasang di pinggir jalan tersebut. Hal tersebut tetap saja dilalui oleh para pengemudi lainnya. Padahal rambu lalu lintas, marka dan penunjuk jalan disini memiliki fungsi dan terdapat hukuman bagi yang melanggarnya. Seperti yang telah di jelaskan dalam UU. No. 22 th. 2009 tentang lalu lintas pasal 1-3 yang berbunyi:
1.      Alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu lalu lintas, marka jalan yang bersifat perintah, larangan peringatan, atau petunjuk pada petunjuk atau ruas jalan.
2.      Alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu lalu lintas, atau marka jalan sebagaimana telah di sebutkan dalam pasal 1 yang mempunyai kekuatan hukum setelah 30 hari pemasangan.
3.      Ketentuan lebih lanjut mengenai kekuatan hukum alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu lalu lintas, dan marka jalan yang diatur oleh pemerintah.
                  Seharusnya pengendara lebih paham akan bahaya dan akibat dari melanggar hukum yang telah berlaku tersebut. Karena pelanggaran tersebut akan menimbulkan kemacetan bahkan kecelakaan yang tidak diinginkan. Disinilah perlunya kesadaran hukum dan kepatuhan terhadap hukum, juga ikut berperannya aparat kepolisian dalam menjaga tata tertib lalu lintas.
                  Seperti halnya UU Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, juga menyebutkan beberapa sanksi dan denda akibat ketidakpatuhan akan hukum dalam tata tertib lalu lintas. Dimana dalam pasal yang berbunyi : “Setiap pengendara yang melanggar rambu lalu lintas dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah). -Pasal 287 ayat (1)

D.    Kontekstualisasi Aturan Hukum
Penerapan atau implementasi hukum jika dilihat secara toeritisasi analisis merupakan sebuah variable tergantung yang sangat dipengaruhi oleh berbagai macam setting lingkungan social dimana individu sebagai subjek hukum. Soekanto mengutip pandangan dari Bierstedt bahwa munculnya kesadaran hukum didorong oleh sejauh mana kepatuhan hukum kepada hukum yang didasari oleh empat hal yaitu:


1.      Indoctrination, dimana sebab pertama mengapa warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah hukum adalah karena dia sudah ditanamkan gagasan atau pemikiran untuk berbuat demikian. Sejak kecil manusia telah dididik agar mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya, maka kaidah-kaidah telah ada waktu seseorang dilahirkan. Dan semula manusia menerimanya secara tidak sadar. Melalui proses sosialisasi manusia dididik untuk mengenal, mengetahui, serta mematuhi kaidah-kaidah tersebut.
2.      Habituation, oleh karena sejak kecil mengalami proses sosialisasi, maka semakin lama semakin menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku, memang pada mulanya sulit sekali untuk mematuhi kaidah-kaidah tersebut yang seolah-olah mengekang kebebasan. Akan tetapi apabila hal tersebut setiap hari ditemui, maka lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhinya terutama apabila manusia sudah mulai mengulangi perbuatan-perbuatannya dengan bentuk dan cara yang sama.
3.      Utility, dimana pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup pantas dan teratur. Akan tetapi apa yang pantas dan teratur untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu patokan tentang kepantasan dan keteraturan tersebut. Patokan-patokan tadi merupakan pedoman-pedoman tentang tingkah laku dan dinamakan kaidah. Dengan demikian, maka salah satu faktor yang menyebabkan orang taat pada kaidah adalah karena kegunaan dari pada kaidah tersebut. Manusia menyadari bahwa apabila dia hendak hidup pantas dan teratur maka diperlukan kaidah-kaidah.
4.      Group identification, dimana salah satu sebab mengapa seseorang patuh pada kaidah adalah karena kepatuhan tersebut merupakan salah satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok. Seseorang mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam kelompoknya bukan karena dia menganggap kelompokknya lebih dominan dari kelompok-kelompok lainnya, akan tetapi justru karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompoknya tadi.[6]

Setelah melihat empat indikator ketaatan hukum diatas, maka kesimpulan yang dapat diambil ialah jika seseorang atau sekelompok orang mentaati hukum, maka motif maupun dorongan terhadap realitas kenyataan tersebut memiliki ragam dan macam motivasi yang berbeda. Dan juga menurut penulis masih banyak faktor lain yang menjadi alasan orang menaati hukum, seperti menghindari sanksi dan menjaga hubungan baiknya dengan pihak lain.
Melihat fenomena pelanggaran yang terjadi di wilayah kota Malang terkait pelanggaran peraturan rambu-rambu lalu lintas, maka terdapat beberapa faktor yang melatar belakangi terjadinya pelanggaran tersebut. Dengan meminjam teori yang digunakan oleh Soekanto diatas, pelanggaran yang terjadi adalah sebuah praktik habituation. Proses pelanggaran yang terjadi ini dikarenakan kebiasaan masyarakat untuk melanggar rambu-rambu lalu lintas sebagaimana yang disampaikan oleh Fajar Ajie mahasiswa yang memang asli  penduduk Malang sebagai salah satu narasumber wawancara yang memiliki pendapat tentang pengendara motor yang melanggar rambu-rambu lalu lintas. Dalam wawancara tersebut narasumber mengatakan :“gini, bukan saya mau melanggar saya berpikir gini walaupun ada larangan motor lewat sana tapi, itu kan tetap jalan umum.”[7] Dari paparan narasumber sudah sangat jelas kurangnya kesadaran hukum. Padahal adanya larangan pengendara sepeda motor melalui fly over adalah untuk membagi porsi jalan raya antara pengendara motor dan pengendara mobil. Namun, pengendara sepeda motor malah mengambil porsi lebih dari pengendara mobil.
Semua yang sudah tercantum dalam peraturan sebenarnya sudah dapat dikatakan benar, hanya saja masyarakat kurang mendukung akan diberlakukannya hukum tersebut. Orang yang mempunyai kesadaran terhadap berbagai aturan hukum akan mematuhi apa yang menjadi tuntunan peraturan tersebut. Dengan kata lain dia akan menjadi patuh terhadap berbagai peraturan yang ada. Maka perlu sekali masyarakat paham akan pentingnya kesadaran hukum. Menurut penulis adanya rambu larangan pengendara sepeda motor melewati fly over di jl. Ahmad Yani kota Malang sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun, masyarakat tidak memahaminya. Menurut narasumber yang lain, Riyadh A. asal Kediri mengatakan: karena saya cari yang lebih cepat, tidak ribet, tidak macet dan juga polisinya disana kadang jaga kadang juga gak.”[8]
Dari pemaparan narasumber tersebut dapat disimpulkan bahwa kurangnya pengawasan aparat kepolisian dalam menangani masalah tata tertib lalu lintas. Inilah yang membuat berkurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum. Masyarakat menjadi menyepelekan hukum tersebut karena mereka menganggap adanya hukum tersebut menyusahkan pengendara yang ingin cepat mencapai tujuan.
Adapun sebab masyarakat menyepelekan hukum karena, tidak ada ketegasan atau sanksi dari pihak penegak hukum kepada masyarakat yang melanggar hukum dan nyatanya masyarakat tau tentang aturan hukum. Menurut narasumber lain, Ali M. asal Singosari Malang mengatakan: gak lah, kalau mau melanggar liat kondisi dulu takut kena tilang polisi..[9]
Kita liat pemaparan narasumber diatas dapat disimpulkan bahwa pihak yang bertugas tidak selalu berada di tempat dan itu yang menyebabkan banyaknya pengendara motor yang janggal yakni tetap melewati fly over walaupun sudah ada rambu dilarang melewati fly over bagi pengendara sepeda motor. Jadi, perlu adanya sanksi yang  sekiranya membuat pengendara sepeda motor jera untuk melewati fly over. Dan juga aparat kepolisian harus setiap saat memantau fly over agar pengendara sepeda motor tidak melewati fly over.
     Secara sistematis Soerjono Soekanto mengemukakan empat indikator kesadaran hukum, yaitu:
1.  Pengetahuan hukum, diartikan sebagai kesan di dalam pikiran seseorang mengenai hukum-hukum tertentu. Makin tinggi kepekaan dan intelegensi kemampuan masyarakat maka akan tinggi kesadaran hukum.
2.  Pemahaman tentang hukum, makin tinggi pemahaman masyarakat terhadap hukum, maka makin kritis masyarakat dalam melihat aturan hukum yang mengatur masyarakat.
3.  Sikap masyarakat  terhadap hukum. Apabila masyarakat memandang hukum sesuai dengan nilai-nilai sosial dan keyakinan masyarakat maka sikap masyarakat akan taat pada aturan yang diyakininya tersebut.
4. Pola perilaku hukum. Kesadaran masyarakat akan mempengaruhi adanya hukum yang berlaku untuk masyarakat. [10]
Dari empat indikator kesadaran hukum yang dikemukakan oleh Soekanto, dapat diambil kesimpulan bahwa semuanya saling berkaitan dalam menegakkan suatu hukum. Dimana penting bagi kita semua memahami bahwa hukum membuat masyarakat menjadi lebih tertib dan teratur dalam pengaplikasiannya juga sistematisnya. Menurut penulis faktor-faktor dalam meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat ialah:
a)      Faktor dari penegak hukum atau aparat hukum yang seharusnya lebih dulu melaksanakan hukum yang ada sebagaimana mestinya.
b)      Dari kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum yang telah mematuhi dan melaksanakan hukum dengan benar, maka timbullah kesadaran masyarakat untuk mentaati dan melaksanakan hukum tersebut pula.
c)      Pentingnya sanksi atau hukuman atas pelanggaran hukum tersebut yang memberikan efek jera, agar masyarakat dan siapapun yang melanggar hukum tersebut jera dan tidak mengulangi kesalahannya lagi.
d)     Faktor penyampaian penegak hukum haruslah tepat sasaran dan mampu mengajak masyarakat untuk bergabung dalam menegakkan hukum tersebut.
e)      Dan juga faktor dari sistem hukum itu sendiri, dimana hukum tersebut dibuat untuk kepentingan, ketertiban, dan kenyamanan masyarakat itu pula.
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas maka sangat penting diperlukan adanya pengaturan mengenai kecelakaan lalu lintas untuk mewujudkan ketentraman, keamanan, kepastian, kemanfaatan, dan ketertiban agar pengendara kendaraan bermotor harus berhati-hati dalam mengendarai. Walaupun berbagai pelindung tersebut sudah digunakan tetapi tetap harus didukung oleh kewaspadaan dan pegetahuan tentang faktor-faktor penyebab kecelakaan itu sendiri. Kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu :
1. Faktor Manusia, kecelakaan lalu lintas dapat terjadi karena pengemudi kendaraan yang melanggar rambu-rambu lalu lintas. Pengemudi mengemudikan kendaraan dengan semaunya sendiri, ketidaktauhan terhadap peraturan yang berlaku, tidak terampil dalam berkendaraan dan rendahnya tingkat kesadaran pengendara. Tidak sedikit angka kecelakaan lalu lintas diakibatkan karena membawa kendaraan dalam keadaan mengantuk, mabuk dan mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya.
2. Faktor Kendaraan, faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban kendaraan yang pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana seharusnya, peralatan yang udah tidak layak pakai, tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya sehingga menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
3. Faktor Jalan, faktor jalan yang dimaksud antara lain adalah kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang rusak atau belubang dapat menimbulkan adanya kecelakaan dan dapat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pengguna jalan. [11]
            Sudah dijelaskan dari ketiga faktor terjadinya kecelakaan lalu lintas, maka dari itu diantaranya ialah pelanggaran rambu lalu lintas dimana faktor pertama menjadi sumber terjadinya kecelakaan lalu lintas tersebut. Dimana akibat dari manusia (pengendara) yang melanggar adanya hukum dalam berlalu lintas, sehingga efeknya bukan hanya merugikan diri sendiri tetapi juga merugikan orang lain, diantaranya ialah terjadinya kemacetan akibat adanya tabrakan atau adanya kendaraan yang tidak mau mengalah mengambil jalur orang lain, dan juga melanggar rambu lalu lintas dimana masyarakat atau pengendara melalui jalan umum seenaknya tanpa memikirkan orang lain dan sekitarnya. Hal tersebut membuat resah sebagian masyarakat yang menganggap dan sadar bahwa kelakuan orang yang salah tersebut mengganggu ketertiban dan kenyamanan dalam berlalu lintas.
Berdasarkan Pasal 1 angka 24 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengungkapkan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan dan/atau kerugian harta benda. Maka dari itu seharusnya kita sebagai masyarakat khususnya pengendara mengerti akan adanya hukum, dan mampu melaksanakan serta mentaati hukum tersebut dengan sebaik-baiknya sehingga tidak mungkin terjadi kecelakaan dalam berkendara.

                                                                                  




E.     Kesimpulan dan Saran.
Kesimpulan
Penegak hukum atau aparat kepolisian, haruslah menjadi teladan bagi masyarakat umum terutama bagi pengendara. Seorang penegak hukum harus mempunyai sifat yang tegas, disiplin, dan cerdas dalam menangani suatu masalah. Menjadi penegak hukum dijalan bukanlah hal yang mudah melainkan menjadi hal yang berat, penegak hukum harus menjaga kewibawaannya untuk kepentingan profesinya di lain pihak juga harus percaya diri karena penegak hukum akan mengambil keputusan yang bijak untuk memberikan keadilan.
Masyarakat Indonesia masih banyak yang melanggar lalu lintas dengan tidak sengaja maupun dengan sengaja. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap peraturan lalu lintas atau tata tertib lalu lintas, sehingga masyarakat menyepelekan kesalamatannya sendiri bahkan bisa berdampak terhadap keselamatan orang lain, karena itulah tingkat kecelakan di jalan terus meningkat.
Penyebab pelanggaran lalu lintas kebanyakan juga dikarenakan masyarakat terlalu terburu-buru dalam berkendara, mungkin kemacetan adalah penyebab dari pengendara yang terburu-buru dalam berkendara karena waktu mereka tersita terkena macet dijalan. Dan juga kurangnya kesadaran akan pentingnya mematuhi hukum dalam lalu lintas, agar terciptanya ketertiban dan kenyamanan selama berkendara.
Penting bagi penegak hukum untuk mentaati prosedur dalam memberikan Surat Izin Mengemudi agar masyarakat sadar bahwa apabila seseorang sudah dapat diizinkan untuk mengemudi harus memenuhi syarat-syarat tertentu dan sesuai dengan prosedurnya. Agar lulusan-lulusan orang tersebut mengetahui tata cara, hukum, dan sanksi yang berlaku selama berkendara dimana pun juga. Sehingga dapat mengurangi kecelakaan atau kejadian yang tidak diinginkan selama berkendara.

Saran
            Berdasarkan hasil wawancara kepada pihak yang melanggar mengenai penyalah gunaan fly over titik pointnya adalah mereka melanggar karena macet. Munkin itu di sebabkan banyaknya pendatang di kota malang yang berstatus mahasiswa, banyaknya penduduk Indonesia yang mengunjungi kota malang yang di kenal dengan kota dengan banyak wisata pula. Jadi, alangkah lebih baiknya perlu dibangun fly over yang lebih banyak dan juga perlu dibangunnya jalan tol yang langsung menghubungkan kota malang dengan kota yang disekitarnya misalnya: ke kota Jember jika ke arah timur kota malang, ke kota Probolinggo jika kearah utara kota malang, dan ke kota Blitar jika ke arah barat kota Malang





Daftar Pustaka
·         Achmad Ali. Menjelajahi Kajian Empiris Terhada/p Hukum. Jakarta : PT. Yarsif Watampone  (Anggota IKPI). 1998.
·         Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Salemba Humanika, Jakarta, 2010
·         Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial,
·         UU RI No.22/2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 1 No. 17
·         uu no.22 th.2009  pasal 106 ayat 4.
·         Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum , Rajawali Press, Jakarta, 1982
·         Soerjono Soekanto, Inventarisasi dan Analisa terhadap Perundang-undangan Lalu Lintas, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, CV. Rajawali, Jakarta, 1984


[1] Achmad Ali. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta : PT. Yarsif Watampone  (Anggota IKPI). 1998. Hal. 34

[2] Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Salemba Humanika, Jakarta, 2010, hal. 133
[3] Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial, hal. 118
[4] UU RI No.22/2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 1 No. 17, Hal. 2
[5] Bunyi uu no.22 th.2009  pasal 106 ayat 4.
[6] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hal. 225
[7] Fajar Aji F.(wawancara dilakukan pada tanggal: 24 April 2016 jam:16:12 wib).
[8] Riyadh A.(wawancara dilakukan pada tanggal:24 April 2016 jam:20:39 wib).
[9] Ali Machrus.(wawancara dilakukan pada tanggal: 23 April 2016 jam:16:43 wib).
[10]  Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum , Rajawali Press, Jakarta, 1982,  hal. 140.
[11] Soerjono Soekanto, Inventarisasi dan Analisa terhadap Perundang-undangan Lalu Lintas, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, CV. Rajawali, Jakarta, 1984, hal. 21